Senin, 01 November 2010

ARTIKEL KENAKALAN ANAK

Kita orangtua tidak bisa memberikan label nakal begitu saja kepada anak kita, karena adakalanya anak hanya menunjukkan keisengan atau juga karena dia seorang anak yang aktif bergerak. Kita orangtua harus berhati-hati memakai istilah nakal ini terhadap anak-anak kita.

Cap nakal atau label nakal sebaiknya tidak disebut untuk anak, ada beberapa alasan yaitu:
a. Karena kita tidak tahu apakah benar secara sengaja anak melakukan pelanggaran dan secara terus-menerus sedang memanipulasi kita, kecuali kalau kita memang sungguh-sungguh mengetahui bahwa anak sedang memanipulasi. Itu pun yang kita lakukan bukan memberikan cap tetapi kita melakukan tindakan-tindakan untuk menghentikan tingkah laku mereka.
b. Karena label nakal ini tidak jelas menunjukkan suatu perilaku tertentu, sehingga anak tidak tahu perilaku apa yang harus dikoreksi dsb. Label nakal tidak akan banyak mengubah tingkah laku anak menjadi lebih baik.
c. Ketika kita memberi label kepada anak, label ini dipakai sebagai suatu cap anak itu sendiri terhadap dirinya. Hukum perilaku ada kecenderungan, kalau saya menganggap diri saya itu nakal saya akan berperilaku sesuai dengan julukan saya yaitu nakal. Jadi ada kemungkinan anak semakin berperilaku bandel dan banyak melanggar peraturan.
Penyebab anak menjadi nakal:
a. Orang tua yang tidak harmonis, yang menyebabkan orang tua ini menghukum anak secara sewenang-wenang. Akibatnya anak banyak menderita luka batin, mereka merasa frustrasi dan dalam kondisi ini akan menyebabkan pemberontakan yang hebat dari anak.
b. Karena kebutuhan emosi dan psikologis utamanya tidak terpenuhi. Misalnya kebutuhan akan kasih dan perhatian dari orang tua, kebutuhan untuk rasa aman atau merasa terlindungi oleh orang tua, kebutuhan untuk mandiri dan hal-hal ini tidak terpenuhi.
c. Orang tua kurang tegas kalau anak melakukan pelanggaran, banyak dibiarkan atau malah orang tua ikut tertawa karena merasa lucu.
d. Orang tua yang selalu mengikuti kemauan anaknya, sehingga sewaktu tidak bisa memenuhi kemauan anak, anak menjadi marah dan melakukan kenakalan-kenakalan.


Yang harus kita lakukan sebagai orang tua untuk menghadapi anak yang nakal:

a. Kita mengusahakan untuk menciptakan keluarga yang harmonis.
b. Orang tua berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan emosional anak yang utama.

c. Bersikap tegas kepada anak dan didik mereka secara wajar sesuai dengan ajaran firman Tuhan.
Sebagai orang tua kita perlu introspeksi diri dulu sebelum menuduh anak kita nakal, yaitu apa yang menyebabkan anak menjadi nakal.





Nasihat Paraktis untuk Mengasuh anak


Menyadari singkatnya waktu dan banyaknya hal yang harus diberikan pada anak-anak kita, sekurang-kurangnya ada 3 aspek yang perlu kita perhatikan yaitu:
1. Aspek Emosional.
Pada usia antara 0-9 tahun, anak-anak itu secara emosional mempunyai 3 kebutuhan mendasar:
a. Yang pertama adalah kebutuhan akan kasih
Konkretnya adalah orang tua bertugas menyediakan kasih, misalnya dengan cara memberikan sentuhan fisik. Selain sentuhan fisik, orang tua bisa juga menyediakan kasih dengan cara mengkomunikasikan kebahagiaannya

mempunyai anak itu. Karena di sini anak akan mendapatkan kepastian bahwa mereka bukanlah beban bagi orang tua. Dengan mengkomunikasikan betapa bahagianya kita karena mereka adalah anak kita yang ada di tengah-tengah kita, anak akan mendapatkan kepastian bahwa mereka bukanlah beban bagi orang tua. Bahwa mereka bukan hanya tambahan untuk keluarga ini, tapi mereka adalah anggota keluarga yang memang sangat diinginkan.
Pada prinsipnya yang diperlukan oleh anak adalah interaksi, seringkali untuk anak-anak yang masih balita kita tidak perlu memberikan jawaban yang kompleks atau yang sangat tepat. Sebab yang anak butuhkan juga bukannya jawaban yang tepat atau jawaban yang memang merupakan kebenarannya. Yang lebih dibutuhkan oleh si anak balita sebetulnya adalah sekadar jawaban. Waktu anak mulai besar misalkan sudah memasuki pra-remaja itu penting sekali kita memberikan jawaban yang tepat, demikian pula sampai usia remaja dan seterusnya. Orang tua harus berusaha sebaiknya untuk meladeni pertanyaan-pertanyaan anak.
Mazmur 90:10, "Masa hidup kami 70 tahun dan jika kami kuat 80 tahun dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan. Sebab berlalunya buru-buru dan kami melayang lenyap." Firman Tuhan meletakkan hidup dalam perspektif yang sebenarnya, bahwa hidup tidak selamanya, jadi kita harus memakai waktu dengan sebaik-baiknya. Tuhan memberi waktu hanya beberapa tahun untuk membina, menanamkan prinsip yang indah pada anak-anak kita, jangan sampai waktu itu berlalu tanpa kita memberikan cukup pada mereka.
2. Yang kedua, kebutuhan akan disiplin.
Anak-anak tidak saja memerlukan cinta kasih, mereka memerlukan disiplin yang juga merupakan kebutuhan emosional. Disiplin bukanlah sesuatu yang boleh ada, boleh tidak ada. Disiplin adalah sesuatu yang diperlukan anak, itu merupakan kebutuhannya sama seperti dia membutuhkan cinta kasih.
Orang tua harus sudah mulai mendisiplin sejak anak masih kecil.
b. Disiplin dilakukan dengan suara atau dengan pukulan yang terkendali.
c. Kita perlu memberikan disiplin yang sesuai dengan usia dan kesalahannya. Dr. James Dobson seorang psikolog Kristen mengatakan: "Hukumlah anak untuk kekurangajarannya, untuk sikap mau melawan kita secara sengaja. Jangan hukum anak untuk kekeliruan atau kesalahan yang lazim dilakukan oleh anak-anak kecil."
• Yang ketiga, anak memerlukan panutan, contoh, atau teladan.
Anak senantiasa belajar bagaimana berjalan, bagaimana berbicara, bagaimana bersikap terutama dari orang tuanya. Jadi orang tua perlu sekali menjadi teladan yang nyata dalam kehidupan si anak.

• Aspek Sosial
Pada usia 0-9 tahun anak-anak memerlukan keterampilan bergaul.
Ada beberapa tugas orangtua di sini:
a. Orang tua secara sengaja harus mengajarkan beberapa keterampilan penting dalam pergaulan. Misalnya anak perlu belajar untuk membagi, untuk meminjamkan barangnya, untuk berkata ini ½ untukmu, ini ½ untukku itu perlu diakarkan.
a. Anak-anak perlu bersikap adil, maksudnya adalah waktu dua temannya berselisih dia perlu menempatkan diri di antara keduanya.
• Aspek Rohani

Sebagai orang tua Kristen, tentu kita mau mencoba menanamkan aspek rohani kepada anak-anak kita sedini mungkin. Pada usia 0-9 tahun, satu aspek tentang Tuhan yang perlu kita tanamkan pada anak ialah:
a. Tuhan sebagai pencipta.
Kita perlu mengajarkan kepada anak bahwa Tuhanlah yang menciptakan alam semesta termasuk isinya. Jadi anak-anak sejak kecil memperoleh kesempatan untuk mengagumi ciptaan Tuhan dan karya Tuhan.
b. Tuhan pemelihara dan penjaga hidupnya.



Mendisiplin Anak dengan Benar
• Mendisiplin berasal dari bahasa Inggris, "to disciple" yang berarti memuridkan atau menjadikan seseorang murid. Kata ini berasal dari latar budaya di mana seorang murid diharapkan bukan saja memiliki pengetahuan yang dimiliki si guru tetapi juga hidup alias berpikir dan berperilaku seperti si guru. Jadi, mendisiplin berarti (a) menanamkan nilai moral dan pengetahuan yang benar tentang hidup pada anak dan (b) membuatnya berpikir dan berperilaku seperti kita. Singkat kata, syarat pertama untuk dapat mendisiplin anak adalah memunyai pengetahuan yang benar dan hidup benar. Dan, sebagai orang Kristen, pengetahuan dan nilai moral yang benar berasal dari pengenalan akan Tuhan lewat Firman-Nya sedangkan hidup benar bersumber dari ketaatan kita hidup sesuai kehendak Tuhan.
• Kedua, mendisiplin tidak berhenti sewaktu anak "tidak melakukan" apa yang kita larang. Mendisiplin mesti berlanjut sehingga anak "melakukan" apa yang kita minta.







• Jika anak hanya berhenti melakukan apa yang kita larang namun tidak melakukan apa yang kita ajarkan, itu berarti pendisiplinan belum tuntas. Sekali

• lagi, tujuan akhir mendisiplin anak adalah agar ia mempunyai pengetahuan dan nilai moral yang benar serta hidup benar. Tatkala anak berhenti pada "tidak melakukan" itu berarti ia belum benar-benar menghayati dan menerima nilai yang ditanamkan itu. Bila kita terlalu menitikberatkan pada apa yang "salah" dan bukan pada apa yang "benar" maka pada akhirnya anak pun hanya tahu akan apa yang "salah" bukan pada apa yang "benar."
• Ketiga, kadang kita menyamakan disiplin dengan hardikan atau hukuman fisik, tetapi sebetulnya mendisiplin anak tidak selalu dengan memukul anak atau memarahi anak. Mendisiplin dimulai dengan memberitahukan anak akan apa yang benar atau diharapkan darinya. Singkat kata, mendisiplin anak harus lebih berpusat pada mengarahkannya, bukan pada membatasinya-kendati kadang kita pun harus membatasi perilaku anak.
• Jika harus menghukum anak, lakukanlah dengan segera setelah pelanggaran terjadi, jangan menundanya. Makin lama waktu penundaan, makin tidak efektif pendisiplinan sebab hukuman itu tidak lagi terlalu dikaitkan dengan perbuatannya yang semula. Selain itu, penundaan juga membuatnya hidup dalam ketegangan yang tidak perlu-ketegangan menantikan turunnya hukuman.
• Menghukum anak secara fisik perlu dilakukan dengan bijak. Jangan menghukum dengan kekerasan yang melampaui batas; boleh gunakan tangan atau alat namun pukullah pantatnya saja dengan tidak berlebihan. Juga, hukumlah anak sesuai kesalahannya, jangan menyamaratakan segalanya.
• Berhati-hatilah dengan emosi marah, sebab sering kali emosi marah yang kuat menimbulkan trauma pada anak melebihi hukuman itu sendiri.
• Menghukum tidak berarti boleh seenaknya memarahi anak. Ingat, perkataan yang keluar tidak bisa ditarik kembali. Jadi, jagalah lidah tatkala memarahi anak.
• Baik ibu maupun ayah harus mendisiplin anak sehingga respek anak pada keduanya bertumbuh berimbang.
• Mendisiplin harus diimbangi dengan mengampuni. Kadang kita sengaja tidak memberinya konsekuensi ketika ia meminta maaf atau menyesali perbuatannya. Melalui pengampunan anak akan belajar mengampuni pula.



sumber :

http://telaga.org/audio/mendisiplin_anak_dengan_benar
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=pengertian+kenakalan+anak&meta=&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar