Selasa, 20 Oktober 2009

Peranan Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah

Karangan ilmiah menurut Brotowijoyo dalam Arifin (1985: 8 - 9) adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Jenis-jenis karya ilmiah dapat dibedakan atas berikut.

a. Makalah
Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan permasalahan dan pembahasannya berdasarkan data di lapangan atau kepustakaan yang bersifat empiris dan objektif.

b. Kertas kerja
Kertas kerja adalah karya tulis ilmiah yang bersifat lebih mendalam daripada makalah dengan menyajikan data di lapangan atau kepustakaan yang bersifat empiris dan objektif. Makalah sering ditulis untuk disajikan dalam kegiatan penelitian dan tidak untuk didiskusikan, sedangkan kertas kerja ditulis untuk disajikan dalam seminar atau lokakarya

c. Laporan Praktik Kerja
Laporan praktik kerja adalah karya tulis ilmiah yang memaparkan data hasil temuan di lapangan atau instansi perusahaan tempat kita bekerja. Jenis karya ilmiah ini merupakan karya ilmiah untuk jenjang diploma III (DIII)

d. Skripsi
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain (karya ilmiah S I). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar sarjana langsung (observasi lapangan) skripsi tidak langsung (studi kepustakaan)

e. Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah yang mengungkapkan pengetahuan baru dengan melakukan pengujian terhadap suatu hipotesis. Tesis ini sifatnya lebih mendalam dari skripsi (karya ilmiah S II). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar magister.

f. Disertasi
Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan teori atau dalil baru yang dapat dibuktikan berdasarkan fakta secara empiris dan objektif (karya ilmiah S III). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar doktor. Perbedaan antara makalah, kertas kerja dengan skripsi, tesis, dan disertasi dapat dilihat dari hal-hal berikut:
(1) kegunaannya,
(2) tebal halaman,
(3) waktu pengerjaan, dan
(4) gelar akademik.

Sumber :
"Bahasa Indonesia Dalam Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Widyatama, Bandung, 2007"

Sabtu, 17 Oktober 2009

Perkembangan Bahasa Indonesia Saat Ini

Bahasa Indonesia ialah bahasa resmi Republik Indonesia. Awal penciptaan Bahasa Indonesia Sumpah Pemuda, yaitu pada 28 Oktober 1928. Pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Muhammad Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia selepas kemerdekaan dan telah diresmikan pada tahun 1945. Namun hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia saja yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibunda, karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi, masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya.

Untuk mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal, terdapat fakta-fakta histories hingga sekarang sebagai berikut.


A. Sebelum Masa Kolonial

Bahasa Melayu dipakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII. Hal ini terbukti dengan adanya empat buah batu bertulis peninggalan kerajaan Sriwijaya. Keempat batu bersurat itu ditemukan di Kedukan Bukit (680), di Talang Tuwo (dekat Palembang) (684), di Kota Kapur (Bangka Barat) (686), di Karang Berahi (Jambi) (688). Bukti lain ditemukan di Pulau Jawa yaitu di Kedu. Di situ ditemukan sebuah prasasti yang terkenal bernama inskripsi Gandasuli (832) Berdasarkan penyelidikan Dr. J.G. De Casparis dinyatakan bahwa bahasanya adalah bahasa Melayu kuno dengan adanya dialek Melayu Ambon, Timor, Manado, dsb.


B. Masa Kolonial

Ketika orang-orang barat sampai di Indonesia pada abad XVII, mereka menghadapi suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam perdagangan. Ketika bangsa Portugis maupun bangsa Belanda mendirikan sekolah-sekolah, mereka terbentur dalam soal bahasa pengantar. Usaha menerapkan bahasa Portugis dan Belanda sebagai bahasa pengantar mengalami kegagalan. Demikian pengakuan Belanda Dancerta tahun 1631. Ia mengatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.


C. Masa Pergerakan Kebangsaan

Pada waktu timbulnya pergerakan kebangsaan terasa perlu adanya suatu bahasa nasional, untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia. Suatu pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat diikutsertakan. Untuk itu, mereka mencari bahasa yang dapat dipahami dan dipakai oleh semua orang. Pada mulanya agak sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan menjadi bahasa

persatuan., tetapi mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa akhirnya pada 1926 Yong Java mengakui dan memilih bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.


Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti tersebut di atas,akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu saat berlangsungnya Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta dihasilkan ikrar bersama, “IkrarSumpah Pemuda”.

1. Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu Tanah air Indonesia.

2. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia.

3. Kami putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.


D. Masa Jepang dan Zaman Kemerdekaan

Setelah Perang Dunia II, ketika tentara Jepang memasuki Indonesia, bahasa Indonesia telah menduduki tempat yang penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Usaha Jepang untuk menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga

pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan.

Selepas tahun 1972, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dicadangkan. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia semakin distandardkan.

Perubahan:

Sebelum 1972

Sejak 1972

Indonesia

Malaysia

tj

ch

c

dj

J

j

ch

kh

kh

nj

ny

ny

sj

sh

sy

j

Y

y

oe*

U

u

Catatan: Pada tahun 1947, "oe" sudah digantikan dengan "u".


Bahasa mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan bangsa. Bahasa bukan saja merupakan alat komunikasi tetapi lebih dari itu bahasa dapat merupakan alat politis untuk mempersatukan bangsa.


Bahasa Indonesia di Persimpangan Jalan

Dewasa ini telah digalakkan usaha pengembangan bahasa Indonesia karena ada gagasan bahwa bahasa Indonesia harus dapat dijadikan bahasa keilmuan. Untuk itu perlu ada suatu tekad untuk memodernkan bahasa Indonesia. Usaha pemodernan telah ditandai dengan dibentuknya Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan diterbitkannya buku Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Indonesia Baku Bahasa Indonesia.


Lebih dari itu, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar belum merupakan suatu kebanggaan atau gengsi bagi penuturnya. Bahkan suatu struktur bahasa yang baik dan benar sering menjadi olok-olok sehingga dalam suatu artikel di sebuah majalah terkenal seorang penulis menganjurkan untuk mengganti Pusat Pembinaan Bahasa dengan Pusat Pembinasaan Bahasa. Penulis tersebut nampaknya tidak dapat membedakan antara bahasa baku dan ragam bahasa. Memang tidak mudah untuk memahamkan betapa pentingnya pengembangan dan pemodernan bahasa Indonesia kalau banyak orang (cendekiawan) yang sudah merasa mampu berbahasa Indonesia walaupun kemampuan tersebut mungkin diperoleh secara alamiah saja. Sementara itu, seorang pengamat bahasa dan sosial juga merasa frustrasi menyaksikan kenyataan bahwa sekarang orang lebih banyak menggunakan kesalahkaprahan sehingga dia menganjurkan untuk membakukan saja kesalahkaprahan tersebut (misalnya penggunakan kata daripada yang tidak pada tempatnya).


Bahasa dapat mempunyai dampak yang luas dalam penyebaran maupun pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia sedang bersaing dengan bahasa asing dalam menemukan ciri khasnya. Sikap sinis dan apriori terhadap pengembangan bahasa merupakan salah satu faktor yang menghambat pengembangan itu sendiri. Bahasa Indonesia nampaknya masih dipandang sebagai bahasa politis atau sebagai simbol persatuan tetapi belum dikembangkan menjadi sarana komunikasi untuk pengungkapan informasi yang kompleks dalam bidang keilmuan. Atas dasar struktur dan morfologi bahasa Indonesia yang sekarang tersedia, bahasa Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi bahasa yang maju dan canggih sebagai bahasa keilmuan sehingga para pelajar dapat menikmati karya-karya sastra, ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi tanpa harus menunggu kefasihan berbahasa asing. Pada gilirannya, kefasihan berbahasa Indonesia akan sangat membantu proses dan pemahaman dalam belajar bahasa asing itu sendiri.


Perguruan tinggi merupakan pusat pengembangan ilmu sehingga perguruan tinggi tidak dapat melepaskan diri dari fungsinya sebagai pengembang bahasa Indonesia. Perguruan tinggi tidak harus tunduk pada apa yang nyatanya dipraktikkan tetapi harus dapat mempengaruhi selera penggunaan bahasa oleh masyarakat. Kalau perguruan tinggi hanya mengajarkan apa yang nyatanya dipraktikkan dalam masyarakat maka hilanglah fungsi perguruan tinggi sebagai agen pengembangan dan perubahan (kemajuan). Perguruan tinggi hanya berfungsi tidak lebih dari sebuah kursus keterampilan. Dalam hal penggunaan bahasa, memang dapat diterima pandangan yang menyatakan bahwa the public has the final taste. Akan tetapi, selera masyarakat dapat diarahkan menuju ke selera bahasa yang tinggi kalau alternatifalternatif yang berselera tinggi ditawarkan kepada mereka. Barangkali apa yang diungkapkan oleh Moeliono berikut dapat menjadi landasan kita dalam bersikap terhadap pengembangan bahasa. "The language planners and we mean not only the experts but also the members of other social groups who wish to see the Indonesian language become more refined, more flexible, more accurate and capable of serving its speakers in all of its purposes, should wholeheartedly try to guide the direction of the public's taste by setting the example that is sensitive to the language's uniformity as well as its multivariousness. If we want to expand the vocabulary and develop various styles, the problem that arises is whether the Indonesian language has enough means to make this modernization possible? To answer this question its speakers must exercise their creative power; they should not try to escape from difficulties and thereby abandon their ingrained tendency to stick to an accepted usage.


Sumber :

"Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Widyatama Bandung, 2007"

"Aspek Kebahasaan Indonesia Dalam Karya Tulis Akademik / Ilmiah/Kesarjanaan."